Jumat, 23 November 2018

Komunitas Blogger Bagi (Mantan) Bidan




Bagi orang awam, menjadi bidan itu dianggap keren!
Selain karena profesi mulia, bidan mampu membantu sesama manusia. Iyah, itu kalau bidan bekerja di instansi, bisa bertemu pasien dan kasus setiap hari. Bagaimana dengan saya yang menyandang profesi bidan namun tak lagi bisa mengabdi karena dilarang suami bekerja di luar rumah?

"Ya buka praktek bidan di rumah, dong. Gitu ajah kok ribet!" ada yang berkomentar demikian. Mudah ya, tapi realitanya tidak semudah melontarkan pendapat itu. Ini gara-gara lidah tak bertulang.

Membuka praktek bidan itu harus berizin. Untuk mendapat izin, salah satunya harus survei tempat praktek. Sedangkan tempat tinggal saya dan suami berada di gang sempit, rumahnya juga kecil. Bagaimana caranya kami membuat tempat praktek? Lokasi tidak memungkinkan.

"Dibuat meninggi saja. Rumah di lantai atas, tempat praktek di lantai bawah."
Hmmm... Ide yang kreatif. Sayangnya tidak sekalian menanam modal usaha. Untuk membangun perlu banyak biaya, sedangkan gaji suami saya tidak sampai puluhan juta per bulan. Saya tidak boleh bekerja karena inginnya beliau saya di rumah mengurusnya, anak dan rumah. InsyaAllah gaji suami cukup, tapi masih belum untuk membangun istana mewah yang bisa sekalian sebagai tempat berkarier saya.

Selain tempat, masih butuh beli alat-alat praktek. Dan itu semua tidak murah, loh. Kami punya alat tes darah (gula darah, asam urat, kolesterol), tempratur, dan tensi meter. Kebetulan suami saya juga perawat, tapi tempat kerjanya di pabrik. Beli itu saja lumayan menguras kantong, namun kami wajib punya untuk kontrol kesehatan kami pribadi.

Ups kok jadi bahas nasib profesi saya yah, haha. Intinya kini saya tak lagi sebagai bidan di instansi, jadi saya menganggap diri ini hanyalah (mantan bidan) ibu rumah tangga biasa. Sebenarnya hal ini agak berat bagi saya, rasanya seperti kehilangan jari diri. Kurang bisa aktualisasi diri, tapi saya jaga hati agar tidak sampai depresi.

Ilmu yang saya punya lalu tertuang dalam tulisan di blog. Alhamdulillah setidaknya bisa berguna bagi yang mencari info sesuai dengan yang saya posting. Misalnya tentang vitamin kehamilan, tempat USG murah dan kisah persalinan normal. Namun hal ini tidak akan terjadi andai saya tak termotivasi oleh sesuatu.

Apa motivasinya?
Aneka tulisan indah yang di-share setiap harinya di grup facebook Blogger Perempuan. Di sini tiap hari beda tema dan saya jadi punya inspirasi mau menulis apa. Di sini juga ternyata banyak teman blogger yang bernasib hampir mirip dengan saya: berpendidikan namun memilih jadi ibu rumah tangga.

Membaca kisah-kisah teman blogger, saya jadi sadar. Benar ya, bukankah seorang ibu itu wajib pintar dan berpendidikan karena bertugas sebagai madrasah pertama buah hatinya? Tidak peduli pendidikan terakhir apa yang dipunya, selama suami mampu memberi nafkah dan istri tidak diminta bekerja di luar rumah, bukan berarti kiamat telah terjadi. Justru di situlah surga! Istri dapat menjaga diri dan keluarganya dengan berdiam di rumah, serta merawat dan menjaga anak dengan sebaik-baiknya.

Alhamdulillah dipertemukan dengan komunitas blogger yang semuanya adalah perempuan. Gabung di Blogger Perempuan Network tidak hanya mendapat teman, namun juga ilmu ngeblog seperti bagaimana menganalisis blog yang dipunya. Selain itu juga diajarkan mandiri dengan mampu menjadi blogpreneur, mengolah blog hingga menghasilkan rupiah. Memang nominalnya masih belum sebesar gaji waktu bekerja di instansi, tapi dengan ini saya jadi senang sekali sebab masih bisa mencari uang sendiri.

Alhamdulillah
Alhamdulillah
Tak henti-hentinya saya bersyukur karena bisa bergabung di Blogger Perempuan Network. Apalagi sekarang ada program 30 hari ngeblog, lumayan membantu saya dalam mengisi blog yang baru dirintis ini. Semoga lancar hingga akhir, aamiin! Terima kasih banyak ya...






Tidak ada komentar:

Posting Komentar