Jumat, 30 November 2018

Surat untuk Kenangan Masa Lalu






Halo, masa lalu.
Sungguh tidak ingin sama sekali menengokmu.
Namun entah mengapa selalu ada sekelebat bayang yang membuat terpaksa membuka pintu kelam. Hanya sekejab, sebagai pengingat lalu berucap syukur bahwa semua telah terlewat. Meski ada setitik rasa hati yang tak kunjung rela dan ingin kembali pada mereka yang tak peduli.

Di titik ini, rasanya sungguh bangga karena ternyata diri bisa sekuat ini. Andai saja kejadian masa lalu terjadi pada orang lain, belum tentu juga mereka akan setegar ini. Belum tentu juga badan bisa tegap dan mampu memandang lurus ke depan. Bisa saja hanya tertunduk, dan berharap lekas diambil dari dunia oleh sebab kisah yang tak indah.

Alhamdulillah diberi nikmat iman. Alhamdulillah kini hidup bersama imam yang membawa terus di jalan Islam. Alhamdulillah sedikit demi sedikit mengeringnya luka. Ini semua karena cinta, luka hati yang ternganga bisa tertutup meski belum sempurna.

Memaafkan masa lalu itu tidak semudah referensi yang ada. Terutama tentang berdamaidengan diri sendiri. Untuk memaafkan masa lalu harus maafkan diri sendiri terlebih dahulu. Tidak lagi menyalahkan keputusan masa silam, tidak lagi berucap, “Andai … Andai …” Tidak mencoba kembali menyelam dan terjebak di sana.

Walau sudah memaafkan, tapi belum berhasil melupakan adalah hal yang manusiawi. Karenanya diperlukan kekuatan untuk jadi berani. Rancang masa depan, tanpa terpaku pada yang telah berlalu. Apalagi menerka-nerka keputusan dahulu sehingga tak mau maju.

Mantan adalah mantan, tidak akan pernah bisa sahabatan karena hanya akan menyakiti perasaan. Tutup lembaran kisah klasik, mari berkarya dan menjadi asyik. Tapi jangan lantas jadi berisik, memutar tembang kenangan di playlist music. Tanpa berani melangkah ke depan, masa lalu hanya terus menjadi hantu di sepanjang jalan kehidupan.

Tapi terima kasih, masa lalu,
Berkatmu saya pun pernah bahagia. Bahkan pernah terbakar api asmara yang membara. Saat itu memang indah, hingga tersadar bahwa semuanya fana. Tidak ada yang bertahan lama. Sebab yang murni hanya cinta ibu pada anaknya, atau Kasih Allah pada hambaNYa.

Terima kasih, masa lalu,
Karenamu ada pengalaman hidup yang berharga. Ada banyak hikmah yang membuat jera. Juga berbagai kemampuan bertahan hidup dapat lebih terasah: bagaimana cara menghapus sedih dan putus asa.

Semoga kita tidak bertemu lagi. Walau dunia nyata hanya seluas ini, saya pinta jangan lagi menampakkan muka. Hati ini laksana vas bunga yang rapuh lalu disusun kembali dengan terpaksa. Rapuh, sangat perlu sokongan dari yang dengan tulus mencinta.

Tetap saya doakan hal-hal baik terjadi padamu dan yang kini bersamamu. Jangan ada lagi korban sakit hati lalu menangis tergugu. Mari berjalan dengan tanpa saling pandang. Dan dengarlah kata terakhir untukmu, “Selamat tinggal, kenangan!”


.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar