Halo,
masa lalu.
Sungguh
tidak ingin sama sekali menengokmu.
Namun entah mengapa selalu ada sekelebat
bayang yang membuat terpaksa membuka pintu kelam. Hanya sekejab, sebagai pengingat
lalu berucap syukur bahwa semua telah terlewat. Meski ada setitik rasa hati
yang tak kunjung rela dan ingin kembali pada mereka yang tak peduli.
Di titik
ini, rasanya sungguh bangga karena ternyata diri bisa sekuat ini. Andai saja kejadian
masa lalu terjadi pada orang lain, belum tentu juga mereka akan setegar ini. Belum
tentu juga badan bisa tegap dan mampu memandang lurus ke depan. Bisa saja hanya
tertunduk, dan berharap lekas diambil dari dunia oleh sebab kisah yang tak
indah.
Alhamdulillah
diberi nikmat iman. Alhamdulillah kini hidup bersama imam yang membawa terus di
jalan Islam. Alhamdulillah sedikit demi sedikit mengeringnya luka. Ini semua
karena cinta, luka hati yang ternganga bisa tertutup meski belum sempurna.
Memaafkan
masa lalu itu tidak semudah referensi yang ada. Terutama tentang berdamaidengan diri sendiri. Untuk memaafkan masa lalu harus maafkan diri sendiri
terlebih dahulu. Tidak lagi menyalahkan keputusan masa silam, tidak lagi
berucap, “Andai … Andai …” Tidak mencoba kembali menyelam dan terjebak di sana.
Walau
sudah memaafkan, tapi belum berhasil melupakan adalah hal yang manusiawi. Karenanya
diperlukan kekuatan untuk jadi berani. Rancang masa depan, tanpa terpaku pada
yang telah berlalu. Apalagi menerka-nerka keputusan dahulu sehingga tak mau
maju.
Mantan
adalah mantan, tidak akan pernah bisa sahabatan karena hanya akan menyakiti
perasaan. Tutup lembaran kisah klasik, mari berkarya dan menjadi asyik. Tapi jangan
lantas jadi berisik, memutar tembang kenangan di playlist music. Tanpa berani melangkah ke depan, masa lalu hanya
terus menjadi hantu di sepanjang jalan kehidupan.
Tapi terima
kasih, masa lalu,
Berkatmu
saya pun pernah bahagia. Bahkan pernah terbakar api asmara yang membara. Saat itu
memang indah, hingga tersadar bahwa semuanya fana. Tidak ada yang bertahan
lama. Sebab yang murni hanya cinta ibu pada anaknya, atau Kasih Allah pada
hambaNYa.
Terima
kasih, masa lalu,
Karenamu
ada pengalaman hidup yang berharga. Ada banyak hikmah yang membuat jera. Juga berbagai
kemampuan bertahan hidup dapat lebih terasah: bagaimana cara menghapus sedih
dan putus asa.
Semoga
kita tidak bertemu lagi. Walau dunia nyata hanya seluas ini, saya pinta jangan
lagi menampakkan muka. Hati ini laksana vas bunga yang rapuh lalu disusun
kembali dengan terpaksa. Rapuh, sangat perlu sokongan dari yang dengan tulus
mencinta.
Tetap
saya doakan hal-hal baik terjadi padamu dan yang kini bersamamu. Jangan ada
lagi korban sakit hati lalu menangis tergugu. Mari berjalan dengan tanpa saling
pandang. Dan dengarlah kata terakhir untukmu, “Selamat tinggal, kenangan!”
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar