Minggu, 28 November 2021

Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan

 

Beberapa kali saya sering mengernyitkan dahi saat membaca judul ataupun headline berita, baik secara cetak maupun online di media sosial. Dari judulnya yang memakai bahasa "kasar" nan "vulgar' hingga isinya yang menyamarkan nama pelakunya tapi nama korban disebutkan dengan sejelas-jelasnya. Seperti misalnya judul pada sebuah media online pada November 2021 yang berbunyi, "Pilu, 2 Gadis Cantik Diperkosa 8 Pemuda Belasan Kali hingga Trauma dan Pendarahan". Bukankah judul ini terlalu "vulgar"?

Kebetulan pada beberapa waktu lalu, saya menyimak talkshow lewat Zoom. Talkshow ini diadakan dalam rangka 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Talkshow yang diadakan oleh Yayasan CARE Peduli dan UN Women Indonesia ini punya topik, "Ubah Narasi: Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan". Meski via Zoom, talkshow ini bisa disimak ulang di channel YouTube Yayasan CARE Peduli.

Tujuan diadakannya talkshow ini adalah membuka diskusi terkait bagaimana baiknya peran media dalam upaya pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Tindakan ini bisa lewat peliputan dan penulisan berita yang berspektif pada korban, dalam hal ini perempuan. Juga bagaimana hendaknya peran media dalam mempromosikan norma positif yang mendukung pemberdayaan perempuan serta dalam kesetaraan gender. Sungguh talkshow yang layak untuk disimak.

Terlebih karena talkshow ini juga diisi oleh orang-orang penting, seperti Ibu Bintang Puspayoga, sang menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai Keynote Speaker. Sambutan oleh Ibu Bonaria Siahaan sebagai CEO Yayasan CARE Peduli dan Mr. Jamshed M. Kazi dari UN Women Representative and Liaison to ASEAN. Pembicaranya adalah orang-orang yang kompeten, yakni Bapak Veryanto Sitohang dari Komisioner Komnas Perempuan, Ibu Lola Amaria sebagai produser film, dan juga Ibu Devi Asmarani sebagai co founder dan editor in chief magdalene.co.

Dalam sambutannya, Ibu Bonaria Siahaan menyebutkan bahwa pada 25 November yang juga merupakan Hari Anti Kekerasan pada Perempuan, merupakan hari dimulainya Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Nah pada tahun ini, Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan sudah berusia 30 tahunnya. "Setiap tahun, Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini diperingati dengan serangkaian kegiatan selama 16 hari. Dimulai pada 25 November hingga 10 Desember yang juga merupakan Hari Hak Asasi Manusia. Periode 16 hari ini dijadikan momen untuk melaksanakan berbagai aksi meningkatkan perhatian masyarakat dan pemerintah untuk mencegah dan mengakhiri kekerasan pada perempuan dan anak perempuan," tukas perempuan berkaca mata ini.

Nah dalam 16 hari itu Yayasan CARE Peduli mengusung misi dan mandat untuk menciptakan dunia yang memberikan harapan bersifat inklusif dan berkeadilan dimana semua orang bisa hidup bebas dari kemiskinan, bermartabat dan aman. Tentunya kekerasan pada perempuan bertolak belakang dengan misi ini. Oleh karena itulah Yayasan CARE Peduli mengajak semua pihak untuk ikut berperan dalam melawan dan mencegah kekerasan terhadap perempuan. Dalam pandemi ini saja ada laporan bahwa sepanjang tahun 2020 kekerasan terhadap perempuan naik sampai 4 kali lipat, itu yang tercatat dan terlaporkan. Padahal masih banyak kasus yang tak tercatat oleh karena banyak alasan.

Ternyata 1 dari 3 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Angka ini tentu sangat besar dan hendaknya mendapat perhatian dari pemerintah. Sebab kekerasan itu bentuk dari ketimpangan dari ketidaksetaraan gender. Nah upaya untuk mencegahnya menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk media.

Media punya power yang sangat besar dalam mengedukasi dan membentuk opini pada masyarakat. Seperti pada menggali dan mencari akar masalah pada perempuan, lalu membangun empati. Hendaknya narasi pada media tidak hanya mengulas perempuan sebagai korban, yang penuh rasa takut dan ketidakberdayaan. Tapi baiknya media bisa mengubah mindset yang selama ini masih terpatri yakni kekerasan pada perempuan ialah hal yang wajar.

Tercatat bahwa kasus kekerasan pada perempuan terus meningkat, hal ini disampaikan pula oleh Ibu Bintang Puspayoga. Pandemi rupanya tidak hanya menimbulkan krisis kesehatan, tapi juga krisis ekonomi dan sosial sehingga meningkatkan resiko terjadinya kekerasan terhadap perempuan. "Berdasarkan data sistem perlindungan online perempuan dan anak, selama masa pandemi covid 19 dari Maret 2020 sampai Oktober 2021 terdapat 14.971 kasus kekerasan. Nah kejahatan seksual ini juga ada di lingkup daring, angka ini memprihatinkan karena kasus ini termasuk seperti fenomena gunung es," jelas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini.

Pemerintah sudah berupaya melindungi perempuan dari kekerasan dengan membentuk berbagai undang-undang perlindungan perempuan. Bahkan dalam 5 arahan presiden Republik Indonesia, ada poin: penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Arahan ini lalu berfokus pada 5 aksi seperti pencegahan, perbaikan sistem pelaporan, reformasi managemen penanganan kasus, penegakan hukum yang memberi efek jera dan pemberian rehabilitasi dan reintergrasi sosial. Pemerintah juga melakukan penambahan fungsi kemen PPPA.

Nah dalam jurnalisme, Ibu menteri menekankan bagaimana etika jurnalisme seperti agar tidak menampilkan nama juga data korban, pun tidak mengganti istilah perkosaan dengan kata lainnya dengan dalih memperhalus bahasa. Tentunya media memang punya peran besar di masyarakat. Tapi sayangnya masih ada perbedaan gender di dalamnya sehingga membentuk opini yang melemahkan perempuan. Sembari menunggu pengesahan RUU tindak pidana penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) baiknya kita pun turut berperan dalam penghapusan kekerasan pada perempuan dengan menciptakan SDM unggul.

Pak Veryanto memberitahu bahwa tiap jam ada 31 perempuan yang jadi korban kekerasan. Tercatat pada 2021 tercatat 299.911 kasus kekerasan seksual yang terjadi. Bahkan rumah tangga jadi arena terbesar, pun dunia cyber yang punya andil dalam kekerasan ini. "Ironisnya penegakan hukum dari kekerasan cyber belum berjalan. Kepolisian juga baru di tingkat polda yang punya keahlian untuk melacak ini, karena ada forensik di sana. Padahal kasus ini sudah menyasar sampai ke tingkat desa, kepulauan dan sebagainya," tukas beliau.

Media punya peran yang sangat strategis dalam penghapusan segala kekerasan terhadap perempuan. Diharapkan perempuan jadi punya peran utama dalam hal ini, misalnya menjadi redaksi, sehingga berita yang disampaikan berpihak pada perempuan. Efektivitas media bisa jadi penyambung suara korban, sehingga kasus bisa diketahui dan bisa ada pendampingan dari Komnas Perempuan. Media memang bisa jadi pendamping korban agar bisa bersuara, pun memotivasi korban agar bisa pulih, dan pro aktif dalam mencari tahu lembaga mana yang bisa membantu penanganan kasus ini.


Jurnalis punya tugas mengabarkan berita dengan akurat, pun dalam hal berita kekerasan ialah bisa memanusiakan. Pada kasus yg terjadi, banyak korban yang takut speak up dan bingung bagaimana untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya. Di sinilah peran media dalam melakukan pendampingan pada korban. Dengan demikian korban bisa lega meski ada rasa malu juga takut yang dirasakan, tapi dengan adanya media yang berpihak pada korban maka hal ini bisa diminimalisasi.

Selamat memperingati Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, masih ada waktu untuk bisa menunjukkan bagaimana peran kita dalam hal ini. Utamanya media semoga bisa memperkuat dan memperkaya wawasan kita dengan tetap mengedepankan kemanusiaan. Tidak hanya untuk viral tapi tetap ada isinya. Sebab informasi ialah kekuatan dan media punya peran dalam menyampaikan hal ini.

29 komentar:

  1. Betul banget kak. Miris lihat berita zaman sekarang yang isinya kekerasan terhadap perempuan mulu. Tdk ada unsur edukasinya sama sekali. Misal dgn korban perkosaan seperti ini, apa yang bisa dilakukan perempuan utk jaga diri?

    Soalnya di zaman serba susah kayak gini, kriminalitas jg meningkat. Tak terkecuali kekerasan thd perempuan. Sudah jadi tanggung jawab kita semua utk melindungi perempuan di mana pun kita berada.

    BalasHapus
  2. Akhir-akhir ini kasus kekerasan pada perempuan meningkat dan membuat semakin waspada. Media juga harus bisa menyambung suara korban, dan blow up terus kasusnya, kawal sampai tersangka benar-benar dihukum setimpal

    BalasHapus
  3. Kasus kekerasan pada perempuan memang masih terus meningkat dan menjadi PR bersama. Tentu saja media punya power yang besar dalam menggiring opini masyarakat bagaimana caranya agar membentuk seolah2 bukan perempuan sebagai korban paling teraniaya dan tak berdaya saja.

    BalasHapus
  4. Sepakat Kak, selain peran orang tua, keluarga dan lingkungan sekitar, peran media pun sangat penting untuk mencegah kekerasan pada perempuan. Mengapa? Karena media mampu membentuk pola pikir masyarakat, ketika hal-hal yang baik sering ditampilkan, maka besar kemungkinan baik pula hasilnya, begitupun sebaliknya.
    Harapannya, kegiatan talkshow seperti ini lebih banyak dimuat oleh media, dibanding tayangan yg menurut saya kurang mendidik, lebih banyak instansi yang men-support,baik pemerintah hingga swasta sehingga mampu mengedukasi hampir disemua lapisan masyarakat, mulai dari perkotaan hingga pedesaan.

    "Karena yang melahirkan peradaban tidak pantas untuk dilecehkan"

    BalasHapus
  5. Kadang iya, judul berita malah menjatuhkan korban (yg nota Bene korbannya adalah perempuan), kok bisa gitu ya. Apakah si pembuat berita tersebut tidak dilahirkan dari seorang perempuan?

    BalasHapus
  6. Iya, sekarang berita bikin nyengah untuk dibaca, bahkan ditelevisi pun demikian. Semoga ini menjadi perhatian bersama, sehingga tidak ada lagi kasus pelecehan terhadap perempuan.

    BalasHapus
  7. Media memberikan peranan besar ya terhadap banyak kasus kekerasan pada perempuan, memang suka miris kalau

    BalasHapus
  8. Sedih banget mba mendengar berbagai berita kekerasan terhadap perempuan. Terus suatu saat anak saya tanya, "umi pemerkosaan itu apa? " Dan saya gatau jawaban yg tepat umtuk anak usia 10 tahun hiks

    BalasHapus
  9. setuju! media tuh penting banget buat edukasi orang2 buat mencegah kekerasan perempuan juga soal eksploitasi cerita2 perempuan yang merendahkan perempuan itu sendiri deh

    BalasHapus
  10. Kampanyenya boleh aja cuma 16 hari, ya, Mbak. Tapi semoga pencegahan kerasan seksual ini terjadi selamanya.

    BalasHapus
  11. Setuju bangett, sekarang tuh media jadi peran penting untuk menyampaikan sesuatu. Kalau udah dipegang media, yakin juga dapat perhatian pemerintahh huhu

    BalasHapus
  12. Banyak masalah yang dihadapi terutama saat pandemi. Tingkat stres meningkat dan bisa jadi perempuan lah yang menjadi pelampiasan atau korban.
    Semoga para jurnalis, blogger dan influencer bisa memberikan efek positif bagi sesama perempuan di dunia digital.

    BalasHapus
  13. Marak banget ya sekarang kekerasan yerhadap perrmpuan. Apalagi kalau korbannya termasuk golongan lemah. Pasti bakal "dimakan" sampai habis

    BalasHapus
  14. sayang sekali saya tidka bisa ikut dalam webinar ini, saya selalu teratrik jika ada kelas atau webinar yang membahas isu perempuan apalagi itu terkait kekerasan terhadap perempuan

    BalasHapus
  15. mbak aku bacanya sambil ngeri , apalagi bebrapa waktu terkahir kita dihebohkan dengan kasus2 yang mengabarkan tentang "isu pada perempuan ini kan"

    yup!
    media saat ini khususnya sangat memiliki peran besar dalam memberi edukasi daninformasi ya mbak bukan sekdar mendulang rating agar banyak yang ngeklik judulnya ..

    BalasHapus
  16. Sedih ya, semakin banyak banget terjadi kasus kekerasan pada anak dan perempuan... Ditambah lagi media yang menyampaikan berita dengan judul yang kurang pantas... Semoga kampanye kemarin bisa memberi dampak positif...

    BalasHapus
  17. aku ngeri mendengar banyaknya kasusu kekerasan seksual kepada perempuan akhir akhir ini
    harusnya semua pihak bisa berperan untuk mencegah ya mbak, termasuk dari media

    BalasHapus
  18. Tiap tahun sepertinya banyak kasus fenomenal tentang kekerasan seksual pada perempuan bahkan, mirisnya sampai meninggal.
    Peran media sangat diperlukan untuk mencegah hal ini. Apalagi zaman sekarang semua orang pasti punya smartphone dan selalu akses sosial media.

    BalasHapus
  19. nah soal kasus kekerasan ini memang ada baiknya semua pihak lebih peduli sih, jangan lagi memperhalus tindakan si pelaku, seolah kita memaklumi

    BalasHapus
  20. Kekerasan terhadap perempuan, perempuan harus mendapatkan dukungan mental dari keluarga terdekat dan juga mungkin LSM yang mewadahinya agar mendapatkan haknya.

    BalasHapus
  21. Sedih banget sebenernya. Peran media sekarang makin diambil alih Netijen. Jadi pemberitaan banyak yang simpang siur, tidak beretika, dan hoax.
    Mudah-mudahan kekuatan media & jurnalistik bisa kembali seperti dulu.

    BalasHapus
  22. huhuhu iya ya mba saat ini tuh ada banyak berita mengenai kekerasan terhadap perempuan, dan banyak yang gak berani speak up karena ujung ujungnya banyaknya malah menyalahkan perempuan, belum lagi bayangan aib dan omongan sekitar yang malah mendiskreditkan

    BalasHapus
  23. Sepakat Kak. Kadang ada saja judul berita dan pemilihan kata yang rasanya kurang tepat dan kurang pantas di penyajian berita bertema kekerasan terhadap perempuan. Membawa sudut pandang khalayak juga bukannya memihak korban malah melenggangkan pelaku. Mirip sih. Terutama media daring nih yang penayang beritanya dikejar waktu. Duh duh.

    BalasHapus
  24. Masih sering banget media yang sexist gitu ya, terutama membahas soal aksi kekerasan dengan korban perempuan. Karena emang jadi perempuan itu nggak pernah mudah sih yaaa, untung makin banyak yang aware saat ini

    BalasHapus
  25. Sedih kalau baca komentar warga net yang bilang percuma lapor polisi karena memang tiap kejadian kriminal termasuk kekerasan terhadap perempuan kudu di up dulu oleh netizen dan media agar mendapatkan perhatian. Di sinilah pentingnya media memberitakan secara berkala agar proses hukum dilakukan segera

    BalasHapus
  26. Memperihatinkan memang. Dan kadang pemberitaan juga seperti membuat korban tidak nyaman. Harusnya dalam kasus pelecehan seperti ini yang lbh banyak diekspos pelakunya. Tapi kadang malah terlalu mengumbar berita tentang si korban. Yang membuat korban semakin tertekan..

    BalasHapus
  27. Sekarang ini makin banyak kasus kekerasan yang mencuat ya, ngeri-ngeri sedap. Tapi sekaligus senang karena artinya makin banyak yang berani speak up, asal jangan sampai kasus2 ini dipolitisasi aja sih, moga bisa tertangani dengan baik agar tidak ada trauma berkepanjangan buat korbannya dan pelaku bisa dihukum maksimal.

    BalasHapus
  28. Dengan maraknya pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan, somehow malah meningkatkan kesadaran terhadap proses atau apa yang harus dilakukan ketika seseorang mengalaminya. Semoga kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan tidak terjadi lagi dan makin banyak masyarakat yang bisa teredukasi!

    BalasHapus
  29. Kekerasan pada perempuan emang mesti dicegah, pernah apa pepatah "wanita tiang negara". Jadi gimana mau maju suatu negara jika perlindungan terhadap perempuan saja rendah. di zaman digital ini peran media juga ikut menentukan keberhasilan dalam melindungi para perempuan.

    BalasHapus